Monday, December 27, 2010

A Life-Saving Pocket

In a village, there was a family that had a boy who was a little slow, but his mother loved him all the same. When he started school, kids would make fun of him, call him as fool or stupid, but they cannot make him mad, he remain calm and smile. He was perfectly fine playing by himself and for some odd reason, he liked to collect objects and carry them home in his pocket.

Everyday, his mom would wait and ask him to clear his pocket before letting him in to the house. When she forgot, he would bring them in and sometimes slept with them, this behavior troubled his mom. One day... his mom asked what is in his pocket, and try to reach his pocket, but he wouldn't let her. Her mother force him to show what is in the pocket, and the boy had no choice but to take "it" out carefully. It's a baby bird and very weak, his mom told him to take it to the field and let it go.

The boy walk out the house, and before that his mom ask for his shirt so she can sew up the pockets, so next time she wouldn't have to check them again. When she was done, her son was no where to be found and without shirt where can the boy go?

When the grandmother came home and learn about the situations, she scolded the mom and ask her to find the boy and bring him back. She go out and look for her boy everywhere. When she look after the boy, she heard some noise from the storage room in the back, she look inside to find out and see that her son holding a water gently fed the nestling. The mother was deeply moved by her son's respect for life. She decided to undo the pockets as they can also be used for saving lives!!

Dear reader,
This is true story, although this boy is considered stupid by other kids, he has a beautiful heart and will not get angry when insulted. His grandmother, despite her age and experience, is still afflicted with a quick temper. The mother's unconditional love for her boy nurtures him well, and he will find good uses for his pockets.

We were all born with a pure heart, only to be clouded later by ignorance. Work hard to return t to its pure state!

Monday, December 20, 2010

Hati yang Penuh Syukur

Hati yang Penuh Syukur

Diambil dan diedit seperlunya dari: Hati yang Penuh Syukur

Alkisah, di sebuah senja kelabu di pinggiran kota kecil Taiwan, tampak seorang laki-laki sedang berjalan pulang ke rumah dari tempat kerjanya sebagai supir taksi. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada gerakan rumput dan suara gemerisik di sela-sela bebatuan di tepi jalan.

Segera, dihampiri dengan perasaan sedikit was was. Seketika, matanya terbelalak kaget melihat bungkusan berisi bayi merah yang tergeletak di situ. Setelah melihat di sekeliling tempat itu yang tampak sepi-sepi saja, segera diangkat bungkusan bayi itu dengan hati-hari dan dengan tergopoh-gopoh dibawa pulang ke rumahnya.

Setelah terkaget-kaget mendengar cerita dan melihat temuan suaminya, si istri segera mengambil alih menggendong si bayi dengan perasaan sayang. Mereka adalah sepasang suami istri, yang telah lama mendambakan kehadiran anak di tengah keluarga.

Waktu terus berjalan. Selang kira-kira usia dua tahun, karena merasa ada yang janggal dengan kemampuan berbicara dan reaksi pendengarannya yang sangat lambat, kedua orangtua itu membawa anaknya ke rumah sakit. Kecurigaan mereka pun terjawab, anak tersebut memang cacat sejak lahir, yaitu bisu tuli. Walaupun sempat terpukul sesaat, namun perasaan sayang yang telah terpupuk selama ini, membuat mereka memutuskan untuk tetap memelihara dan membesarkan si kecil yang sedang lucu-lucunya.

Tahun pun dengan cepat berganti. Walaupun cacat, si gadis kecil adalah anak yang cerdas dan mendapat pendidikan yang baik di sekolah luarbiasa hingga mampu lulus SMA. Setelah lulus, melalui tes dia diterima masuk untuk bidang seni di perguruan tinggi kota besar.

Perasaan gembira dan sedih pun silih berganti. Gembira karena diterimanya si anak ke universitas terkenal, sedih harus berpisah jauh dan dibutuhkan biaya yang besar untuk itu.

Demi mewujudkan impian anaknya, kedua orangtua itu bertekad untuk berhemat dan bekerja mati-matian. Sejak saat itu, si ayah bekerja sangat keras, hampir setiap hari pulang ke rumah hingga larut malam.
Namun… hidup memang sering tidak sesuai dengan rencana manusia. Di saat kuliah memasuki tahun ke-2, suatu malam si ayah pergi dan tidak pernah kembali. Taksi yang dikendarainya bertabrakan dan nyawanya tidak terselamatkan.

Si anak tahu, betapa berat beban biaya yang harus dipikul ibunya dan dia memutuskan untuk berhenti kuliah, pulang dan bekerja serta menemani ibunya di rumah.

Mengetahui itu, si ibu sangat tersentuh dengan pengertian anaknya. Tetapi, ia menegaskan,  “Ibu tahu kesedihanmu, Nak. Ibu juga sangat kehilangan ayahmu. Tetapi kamu tidak boleh berhenti kuliah. Belajarlah yang benar! Selesaikan kuliahmu secepatnya dan ibu tunggu kepulanganmu dengan ijazah di tangan. Dan setiap bulan, ibu akan berusaha mengirimkan uang untuk biaya mu di sana. Ingat, jangan berpikir pulang sebelum kuliahmu selesai. Jika kamu gagal, ibu dan ayahmu di alam sana pasti kecewa karena kerja keras dan pengorbanan kami selama ini akan sia-sia.”

Waktu terus berjalan. Selesai wisuda, dengan bangga dan kegembiraan yang meluap serta kerinduan yang sangat, si anak segera pulang ke desanya.

Setiba di rumah, dia mengetuk berulangkali pintu rumahnya yang tertutup rapat. Dan sungguh tidak pernah diduga sama sekali, pertemuan dengan tetangganya ternyata membuat hatinya lumpuh seketika.

“Nak, ibumu setahun lalu telah meninggal dunia. Maafkan kami tidak memberitahu karena ibumu meminta kami bersumpah untuk merahasiakannya. Semua sisa uang tabungan ibumu dititipkan ke kami untuk dikirimkan kepadamu setiap bulan dan dia pun meminta kami membalaskan surat-suratmu. Masih ada satu rahasia besar yang sebenarnya ayah ibumu sembunyikan darimu. Bahwa kamu sesungguhnya bukan anak kandung mereka. Walaupun kamu cacat dari bayi, mereka tidak peduli. Mereka tetap menyayangimu melebihi anak kandung sendiri.”

Mendengar semua cerita tentang dirinya, duka yang mendalam tidak mampu diwujudkan dalam teriakan histeris. Hanya derasnya airmata yang mengalir tak terbendung.
Di depan makam kedua orangtuanya, sambil bersimbah air mata, si gadis bersujud dan mendoakan kebahagiaan orangtuanya.
Dan, demi mengenang dan mencurahkan rasa syukur yang besar atas kasih sayang dan pengorbanan kedua orangtuanya, lahirlah sebuah puisi yang sangat menyentuh, berjudul :

Gan En De Xin
(Hati yang Penuh Syukur)

Terjemahan bebas isi puisi tersebut selengkapnya adalah :
Aku datang secara kebetulan seperti sebutir debu
Siapa yang mengetahui… saat aku begitu lemah
Entah dari mana aku datang… dan di manakah cintaku berada
Siapa… yang akan menyapaku di kemudian hari
Walaupun dunia ini begitu luas
Tetapi perjalanan ini begitu berat untuk dilalui
Begitu banyak penderitaann terasa mendera
Berapa banyak cinta… yang masih kumiliki
Berapa banyak tetes air mata yg masih kupunyai
Biarkanlah Tuhan mengetahui …Aku tak akan pernah mengaku kalah
Aku bersyukur ada engkau Ibu yg menemaniku sepanjang hidup ku
Hingga membuat ku mampu menjadi diri sendiri
Aku bersyukur … aku berterima kasih pada keadaan ku ini
Dalam duka dan bahagia aku tetap bersyukur
___________________
Akhirnya isi puisi ini dijadikan sebuah lagu dan dinyanyikan oleh penyanyi terkenal OW YANG FEI FEI

Lagu ini kerap menjadi theme song untuk pengambilan dana sosial…dan disumbangkan kepada yang membutuhkan..

Karena sejatinya setiap insan wajib bersyukur atas segala hal baik yang dialaminya
Dan wujud syukur patut disalurkan kepada mereka yg sedang kurang beruntung..

Semoga kisah ini bisa mengilhami kita untuk senantiasa bersyukur atas hidup yang sedang kita jalani…
Apapun kesedihan dan penderitaan yang sedang kita alami..

MARILAH SELALU BERSYUKUR !!!

Hanya orang yang mampu bersyukur adalah orang yang kaya dalam arti kata sebenarnya…

Berikut ini lagu Gan En De Xin yang dinyanyikan oleh Ow Yang Fei Fei.

Thursday, December 16, 2010

Cloud

Lihatlah kumpulan awan di langit, apa yang anda lihat? Seekor beruang kah? Sebuah pohon? Atau bentuk-bentuk lainnya? Ini seringkali kita lakukan bukan? Saat kita melihat gumpalan awan di langit, seringkali kita membayangkan awan tersebut akan tampak seperti bentuk-bentuk tertentu.

Jika bisa diibaratkan, diri kita adalah awan, seperti itu pula orang memandang diri kita. Yang terjadi seringkali orang lain memberikan ‘penilaian’ terhadap diri kita berdasarkan ‘persepsi’ mereka. Demikian juga sebaliknya, diri kita dalam memandang orang lain, kita pun menilai mereka berdasarkan ‘persepsi’ kita.

Sesungguhnya awan adalah awan, bukan beruang, pohon ataupun bentuk lainnya. Begitu pula diri kita tetaplah diri kita sendiri, dan orang lain tetaplah diri mereka sendiri. Bisa memandang segala sesuatu apa adanya, disitulah letak ‘kejujuran’ yang sesungguhnya.

Taken from Obhasati Foundation 
May you be well and happy always :)

Monday, December 13, 2010

Happiness

Seorang lelaki berumur 92 tahun yang mempunyai selera tinggi,percaya diri, dan bangga akan dirinya sendiri, yang selalu berpakaian rapi setiap hari sejak jam 8 pagi, dengan rambutnya yang teratur rapi meskipun dia buta, masuk ke panti jompo hari ini.

Istrinya yang berumur 70 tahun baru-baru ini meninggal, sehingga dia harus masuk ke panti jompo. Setelah menunggu dengan sabar selama beberapa jam di lobi, dia tersenyum manis ketika diberi tahu bahwa kamarnya telah siap.

Ketika dia berjalan mengikuti penunjuk jalan ke elevator, aku menggambarkan keadaan kamarnya yang kecil,
termasuk gorden yang ada di jendela kamarnya. Saya menyukainya, katanya dengan antusias seperti seorang anak kecil berumur 8 tahun yang baru saja mendapatkan seekor anjing.
 
"Pak, Anda belum melihat kamarnya, tahan dulu perkataan tersebut", kataku.

"Hal itu tidak ada hubungannya", dia menjawab.

Kemudian dia meneruskan, 

"Kebahagiaan adalah sesuatu yang kamu putuskan di awal. Apakah aku akan menyukai kamarku atau tidak, tidak tergantung dari bagaimana perabotannya diatur tapi bagaimana aku mengatur pikiranku. Aku sudah memutuskan menyukainya. Itu adalah keputusan yang kubuat Aku punya sebuah pilihan; aku bisa menghabiskan waktu di tempat tidur menceritakan kesulitan-kesulitan yang terjadi padaku karena ada bagian tubuhnya yang tidak bisa berfungsi lagi, atau turun dari tempat tidur dan berterima kasih atas bagian-bagian yang masih berfungsi.

Setiap hari adalah hadiah, dan selama mataku terbuka, aku akan memusatkan perhatian pada hari yang baru dan semua kenangan indah dan bahagia yang pernah kualami dan kusimpan. Hanya untuk kali ini dalam hidupku. Umur yang sudah tua adalah seperti simpanan dibank. Kita akan mengambil dari yang telah kita simpan. Jadi, nasehatku padamu adalah untuk menyimpan sebanyak-banyaknya kebahagiaan di bank kenangan kita. Terima kasih padamu yang telah mengisi bank kenanganku. Aku sedang menyimpannya."

Taken from email :)

Tuesday, December 7, 2010

Butterfly


“A man found a pupa of a butterfly. One day a small opening appeared. He sat and watched the butterfly for several hours as it struggled to squeeze its body through the tiny hole. Then it stopped, as if it couldn't go further.

So the man decided to help the butterfly. He took a pair of scissors and snipped off the remaining bits of cocoon. The butterfly emerged easily but it had a swollen body and shriveled wings.

The man continued to watch it, expecting that any minute the wings would enlarge and expand enough to support the body. Neither happened! In fact, the butterfly spent the rest of its life crawling around. It was never able to fly.

What the man in his kindness and haste did not understand: The restricting cocoon and the struggle required by the butterfly to get through the opening was a way of forcing the fluid from the body into the wings so that it would be ready for flight once that was achieved.

Sometimes, struggles are exactly what we need in our lives. Going through life with no obstacles would cripple us. We will not be as strong as we could have been and we would never happily fly. 
So have a nice day; struggle a little and learn well.”

I found this interesting story under REFLECTION link in Piya Tan's website. Furthermore, Piya Tan made a very good reflection based on the story. He said:
"If we have done all we can, and things still do not seem to work our way, then we need to reflect on the butterfly story.We are still evolving in our karmic* cocoon; let things be for a while. Do what needs to be done for the present. And keep asking ourself: What do I do next? Don’t think, just feel, be at peace with ourself: we will hear the answer soon enough."

*Karma is cause and effect. Indeed, every things in this universe are working through cause and effect relationship.

May you be well and happy always :)

Monday, December 6, 2010

I am SPECIAL

Alkisah, disebuah kelas sekolah dasar, bu guru memulai pelajaran dengan topik bahasan, "Setiap insan adalah spesial". Kehadiran manusia di dunia ini begitu berarti dan penting. "Anak-anakku, kalian, setiap anak adalah penting dan spesial bagi ibu. Semua guru menyayangi dan mengajar kalian karena kalian adalah pribadi yang penting dan spesial. Hari ini ibu khusus membawa stiker bertuliskan warna merah "Aku adalah spesial". Kalian maju satu persatu, ibu akan menempelkan stiker ini di dada sebelah kiri kalian". Dengan tertib anak-anak maju satu persatu untuk menerima stiker dan sebuah kecupan sayang dari bu guru mereka. Setelah selesai, bu guru melanjutkan "Ibu beri kalian masing-masing tambahan 4 stiker. Beri dan tempelkan 1 kepada orang yang kalian anggap spesial, sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih dan kemudian serahkan 3 stiker lainnya untuk diteruskan kepada orang yang dirasa spesial pula olehnya, begitu seterusnya. Mengerti kan.......".

Sepulang sekolah, seorang murid pria mendatangi sebuah kantor, diapun memberikan stikernya kepada seorang manajer di sana. "Pak, bapak adalah orang yang spesial buat saya. Karena nasehat-nasehatpak berikan, sekarang saya telah menjadi pelajar yang lebih baik dan bertanggung jawab. Ini ada 3 stiker yang sama, bapak bisa melakukan hal yang sama, memberikannya kepada siapapun yang menurut bapak pantas menerimanya".

Lewat beberapa hari, manajer tersebut menemui pimpinan perusahaannya yang emosional dan sulit untuk didekati. Tetapi mempunyai pengetahuan yang luas dan telah memberi banyak pelajaran hingga dia bisa menjadi seperti hari ini. Awalnya sang pemimpin terkesima, namun setelah mengetahui alasan pemberian stiker itu, dia pun menerimanya dengan haru. Sambil mengangsurkan si manajer berkata,"Ini ada 1 stiker yang tersisa. Bapak bisa melakukan yang sama kepada siapapun yang pantas menerima rasa sayang dari bapak". Sesampai di rumah, bergegas ditemui putra tunggalnya. "Anakku, selama ini ayah tidak banyak memberi perhatian kepadamu, meluangkan waktu untuk menemanimu. Maafkan ayahmu yang sering kali marah-marah karena hal-hal sepele yang telah kamu lakukan dan ayah anggap salah. Malam ini, ayah ingin memberi stiker ini dan memberitahu kepadamu bahwa bagi ayah, selain ibumu, kamu adalah yang terpenting dalam hidup ayah. Ayah sayang kepadamu". Setelah kaget sesaat, si anak balas memeluk ayahnya sambil menangis sesenggukan. "Ayah, sebenarnya aku telah berencana telah bunuh diri. Aku merasa hidupku tidak berarti bagi siapapun dan ayah tidak pernah menyayangiku. Terima kasih ayah". Mereka pun berpelukan dalam syukur dan haru serta berjanji untuk saling memperbaiki diri.

Pembaca yang luar biasa,
Kehidupan layaknya seperti pantulan sebuah cermin. Dia akan bereaksi yang sama seperti yang kita lakukan. Begitu pentingnya bisa menghargai dan menempatkan orang lain di tempat yang semestinya. memuji orang lain dengan tulus juga merupakan ilmu hidup yang sehat, bahkan sering kali pujian yang diberikan disaat yang tepat akan memotivasi orang yang dipuji, membuat mereka bertambah maju dan berkembang, dan hubungan diantara kitapun akan semakin harmonis,mari kita mulai dari diri kita sendiri,belajar memberi pujian, menghormati dan memperhatikan orang lain dengan tulus dengan demikian kehidupan kita pasti penuh gairah, damai dan mengembirakan.

Taken from Jimmy's blog

Saturday, December 4, 2010

10 Good Habits You Should Practice It

1. Walau tidak sakit, harus cek kondisi secara teratur.

2. Walau tidak haus, harus banyak minum air.

3. Walau ketemu masalah sulit, tetap harus dipecahkan.

4. Walau tidak ada hal menyenangkan, tetap harus bahagia.


5. Walau kita berada di pihak yang benar, terkadang tetap kita perlu mengalah.

6. Walau memiliki kekuasaan, tetap harus memiliki kepribadian luhur.

7. Walau tidak merasa lelah, harus tetap beristirahat.

8. Walau sudah kaya, harus tetap dapat membatasi diri.

9. Walau sibuk sekali, harus tetap mementingkan olahraga.

10. Walau tidak terjadi apa-apa, harus tetap saling menyayang

May you be well and happy always!
Adopted from Andrie Wongso

Tuesday, November 30, 2010

4 Bata yg ke-sempurna-an

Saat liburan panjang sekolah, seorang mahasiswa pulang ke kampung halamannya. Di sana, tengah dimulai pembangunan tempat ibadah, dan tentunya, sangat diperlukan tenaga sukarela untuk membantu.


Si pemuda itu pun dengan senang hati ikut ambil bagian kegiatan tersebut. Dengan bersemangat, ia mulai belajar mengaduk semen, meletakkan bata, melapisi dengan semen, kemudian menaruh bata, menyemen lagi, merapikan, demikian seterusnya. Dengan semangat menggebu, akhirnya, setengah tembok berhasil diselesaikan. Lalu dengan perasaan puas, walaupun sedikit lelah, dia berdiri mengagumi tembok hasil kerja pertamanya.


Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang janggal. Ada empat batu bata pertama yang tersusun tidak rapi! Keempat batu bata itu tampak lebih menonjol dan miring di antara batu bata lainnya yang tersusun rapi. Timbul perasaan kecewa dan tidak puas atas hasil kerjanya. Bergegas, ditemuinya sang pemuka agama untuk mendiskusikan masalah yang mengganggu pikirannya.


"Lihat Pak, batu bata pertama yang saya pasang kurang rapi sehingga mengganggu keindahan seluruh tembok di atasnya. Tolong Pak, beri kesempatan kepada saya untuk memperbaikinya dengan merobohkan dan memasang ulang batu-batu bata itu. Saya berjanji pasti akan mengerjakan sebaik-baiknya sampai selesai."


Namun, usulannya itu ditolak. "Tidak ada yang perlu diperbaiki, Nak. Tembok sudah naik setengah, tidak perlu dirobohkan hanya gara-gara empat bata yang kurang rapi. Teruskan saja pekerjaanmu hingga selesai," ujar si pemuka agama.

Akhirnya, meski merasa kecewa dan tidak puas, si pemuda mampu menyelesaikan keseluruhan tembok tersebut. Namun, setiap kali melewati batu bata yang kurang sempurna itu, selalu timbul rasa tidak puas dan bersalah yang mengusiknya. Ia secepatnya berlalu, pura-pura tidak melihat, bahkan sengaja berjalan memutar untuk menghindari pemandangan bata miring tersebut. Sebab, setiap kali melewatinya, ia merasa diingatkan pada kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia menganggap, kesalahan itu akan dilihat banyak orang yang lewat di sana.


Sampai suatu hari, ada kunjungan seorang pemimpin dari ibukota. Si anak muda mendapat tugas mendampingi mereka berkeliling di tempat itu. Tiba-tiba sang pemimpin menghentikan langkah menatap tembok di sana dan berkata, "Wah, dinding ini indah sekali."


Dengan terkejut, si pemuda lantas bertanya, "Apanya yang indah, Pak? Apakah Bapak tidak melihat empat batu bata yang miring dan mengganggu kesempurnaan seluruh tembok ini?"


"Oh ya, saya melihat empat batu bata itu, tetapi saya juga melihat ratusan batu bata lainnya yang bagus! Karena ketidaksempurnaan seperti katamu itu anak muda, membuat dinding ini justru tampak indah untuk dinikmati, bukan sekadar dinding kosong yang rata."


Sejenak si anak muda terpana. Untuk pertama kalinya, sejak tembok itu berdiri, pemuda itu melihat tembok yang sama, dengan kesadaran yang berbeda. Sebelumnya, matanya selalu memperhatikan kesalahan yang telah dilakukan hingga ia selalu ingin menghancurkan seluruh dinding. Dia tidak menyadari tumpukan batu bata yang bagus dan sempurna yang jauh lebih banyak jumlahnya. Kebaikan yang banyak dari hasil kerjanya itu, seolah tertutupi kesalahan kecil yang ia lakukan sebelumnya.


Netter yang luar biasa,


Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sebab, kita semua hidup dengan aneka keterbatasan. Setiap manusia, Anda dan saya, tentu memiliki "bata" yang jelek dan "bata" yang bagus di kehidupan. Ini mengingatkan saya pada sebuah pepatah, tak ada gading yang tak retak. Dalam sebuah keindahan, pasti terdapat kekurangsempurnaan.


Kadang, tanpa sadar kita melakukan kesalahan, tetapi dari sana kita justru bisa belajar tentang sebuah kebenaran. Tak jarang, kita juga mengalami kegagalan, agar bisa merasakan nikmatnya sebuah keberhasilan. Karena itu, tak perlu malu dengan kesalahan di masa lalu. Jangan pula patah semangat saat kegagalan mendera. Sebab, di balik semua itu, kita bisa belajar sesuatu.


Kesadaran akan keterbatasan sebaiknya dapat menjadi pemacu semangat kita untuk terus melakukan perbaikan dalam segenap aspek kehidupan. Bukan saatnya lagi kita meratapi kekurangan, tapi justru dengan keterbatasan itu, kita bisa terus belajar untuk memaksimalkan kelebihan yang sudah ada guna membangun masa depan.

adopted from: Andrie Wongso

Saturday, November 27, 2010

Beware of KELOMPOK 99!!

Ideologi Kelompok ini telah mengakibatkan terciptanya banyak kekacauan, kerusakan dan pertumpahan darah diseluruh dunia. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui apa itu Kelompok 99 agar kita bisa mengetahui anggota Kelompok ini. untuk memahami keberadaan dan tindak-tanduk mereka disekitar kita, mari baca kisah berikut ini, karena siapa tahu anda salah satunya :

Jaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja. Raja ini seharusnya puas dengan kehidupannya, dengan segala harta benda dan kemewahan yang ia miliki. Tapi Raja ini tidak seperti itu. Sang Raja selalu bertanya-tanya mengapa ia tidak pernah puas dengan kehidupannya. Tentu saja, ia memiliki perhatian semua orang kemana pun ia pergi, menghadiri jamuan makan malam dan pesta yang mewah, tetapi, ia merasa ada sesuatu yang kurang dan ia tidak tahu apa sebabnya.

Suatu hari, sang Raja bangun lebih pagi dari biasanya dan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar istananya. Sang Raja masuk ke dalam ruang tamunya yang luas dan berhenti ketika ia mendengarkan seseorang bernyanyi dengan riang… dan perhatiannya tertuju kepada salah satu pembantunya. .. yang bersenandung gembira dan wajahnya memancarkan sukacita serta kepuasan. Hal ini menarik perhatian sang Raja dan ia pun memanggil si hamba masuk ke dalam ruangannya.

Pria ini, si hamba, masuk ke dalam ruangan sang Raja seperti yang telah diperintahkan. Lalu sang Raja bertanya mengapa si hamba begitu riang gembira. Kemudian, si hamba menjawab,

“Yang Mulia, diri saya tidaklah lebih dari seorang hamba, namun apa yang saya peroleh cukup untuk menyenangkan istri dan anak-anak saya. Kami tidak memerlukan banyak, sebuah atap di atas kepala kami dan makanan yang hangat untuk mengisi perut kami. Istri dan anak-anak saya adalah sumber inspirasi saya, mereka puas dengan apa yang bisa saya sediakan walaupun sedikit. Saya bersukacita karena mereka bersukacita. “

Mendengar hal tersebut, sang Raja menyuruh si hamba keluar dan kemudian memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan. Sang Raja berusaha mengkaji perasaan pribadinya dan mengkaitkan dengan kisah yang baru saja didengarnya, berharap dirinya dapat menemukan suatu alasan mengapa ia seharusnya dapat merasa puas dengan apa yang dapat diperoleh dengan sekejap tetapi tidak, sedangkan hambanya hanya memperoleh sedikit harta tetapi memiliki rasa kepuasan yang besar. Dengan penuh perhatian, sang asisten pribadi mendengarkan ucapan sang Raja dan kemudian menarik kesimpulan.

Ujarnya, “Yang Mulia, saya percaya si hamba itu belum menjadi bagian dari kelompok 99.”

“Kelompok 99? Apakah itu?” tanya sang Raja.

Kemudian, sang asisten pribadi menjawab, “Yang Mulia, untuk mengetahui apa itu Kelompok 99, Yang Mulia harus melakukan hal ini…. letakkan 99 koin emas dalam sebuah kantung dan tinggalkan kantung tersebut di depan rumah si hamba, setelah itu Yang Mulia akan mengerti apa itu Kelompok 99.”

Sore harinya, sang Raja mengatur agar si hamba memperoleh kantung yang berisi 99 koin emas di depan rumahnya. Walaupun ada sedikit keraguan muncul, dan sang Raja ingin memberikan 100 koin emas, namun ia menuruti nasihat si asisten pribadi dan tetapi meletakkan 99 koin emas.

Esok harinya, ketika si hamba baru saja hendak melangkahkan kakinya keluar rumah, matanya melihat sebuah kantung. Bertanya-tanya dalam hatinya, ia membawa kantung itu masuk ke dalam dan membukanya. Ketika melihat begitu banyak koin emas di dalamnya, ia langsung berteriak girang.. Koin emas… begitu banyak! Hampir ia tidak percaya. Kemudian ia memanggil istri dan anak-anaknya keluar memperlihatkan temuannya. Si hamba meletakkan kantung tersebut di atas meja, mengeluarkan seluruh isinya dan mulai menghitung. Hanya 99 koin emas, dan ia pun merasa aneh.. Dihitungnya kembali, terus menerus dan tetap saja, hanya 99 koin emas. Si hamba mulai bertanya-tanya, kemanakah koin yang satu lagi? Tidak mungkin seseorang hanya meninggalkan 99 koin emas. Ia pun mulai menggeledah seluruh rumahnya, mencari koin yang terakhir. Setelah ia merasa letih dan putus asa, ia memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi untuk menggantikan 1 koin itu agar jumlahnya genap 100 koin emas.
Keesokan harinya, ia bangun dengan suasana hati yang benar-benar tidak enak, berteriak-teriak kepada istri dan anak-anaknya, tidak menyadari bahwa ia telah menghabiskan malam sebelumnya dengan bekerja keras agar ia mampu membeli 1 koin emas. Si hamba bekerja seperti biasa, tetapi tidak dengan suasana hati yang riang, bersiul-siul seperti biasanya. Dan si hamba pun tidak menyadari bahwa sang Raja memperhatikan dirinya ketika ia melakukan pekerjaan hariannya dengan bersungut-sungut.
Sang Raja bingung melihat sikap si hamba yang berubah begitu drastis, lalu memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan. Diceritakan apa yang telah dilihatnya dan si asisten pribadinya tetap mendengarkan dengan penuh perhatian. Sang Raja bertanya, bukankah seharusnya si hamba itu lebih riang karena ia telah memiliki koin emas.

Jawab si asisten,”Ah. . tetapi, Yang Mulia, sekarang hamba itu secara resmi telah masuk ke dalam Kelompok 99.”

Lanjutnya, “Kelompok 99 itu hanyalah sebuah nama yang diberikan kepada orang-orang yang telah memiliki semuanya tetapi tidak pernah merasa puas, dan mereka terus bekerja keras mencoba mencari 1 koin emas yang terakhir agar genap 100 koin emas.

Kita harusnya merasa bersyukur dengan apa yang ada, dan kita bisa hidup dengan sedikit yang kita miliki. Tetapi ketika kita diberikan yang lebih baik dan lebih banyak, kita menghendaki lebih! Tidak menjadi orang yang sama lagi, yang puas dengan apa yang ada, tetapi kita terus menghendaki lebih dan lebih dan memiliki keinginan seperti itu kita membayar harga yang tidak kita pun sadari. Kehilangan waktu tidur, kebahagiaan, dan menyakiti orang-orang yang berada di sekitar kita hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Orang-orang seperti itulah yang tergabung dalam Kelompok 99!”

Mendengar hal itu, sang Raja memutuskan bahwa untuk selanjutnya, ia akan mulai menghargai hal-hal yang kecil dalam hidup.
 
 
Taken from Secangkirteh.com on 27th November 2010

Friday, November 19, 2010

Pensil

Pada suatu sore yang teduh, seorang nenek tampak berkutat asyik dengan kegiatannya di halaman belakang sebuah rumah. Ia tampak sedang menuliskan sesuatu pada sebuah kertas. Kala itu, kemudian si cucu datang menghampiri dan bertanya, "Nenek sedang menulis apa Nek, sepertinya asyik sekali. Pensilnya baru ya Nek?"


Sambil tersenyum sabar, si nenek menjawab. "Nenek sedang menulis tentang kamu, cucu nenek yang cantik dan pintar," ucapnya penuh sayang. "Tetapi, sebenarnya ada yang lebih penting lho dari isi tulisan ini, yaitu pensil yang nenek pakai untuk menulis ini."


Si cucu sejenak merasa kebingungan mendengar penuturan nenek. Ia pun dengan saksama mengamati sesaat pensil yang ada di tangan nenek. Tak lama, si cucu berkata, "Selain pensilnya masih baru, rasanya tidak ada yang istimewa dari pensil Nenek. Memang apa hebatnya pensil Nenek dibandingkan dengan pensil yang lain?"


"Benar cucuku. Pensil nenek sama saja dengan pensil yang lain. Maksud nenek, sebatang pensil bukan hanya dinilai dari bentuk fisiknya, warna, atau panjang pendeknya, tetapi sebatang pensil sebenarnya mempunyai 5 kualitas unggulan yang bisa menjadi pedoman saat kita menjalani kehidupan ini," jelas nenek sembari mengelus lembut rambut cucu kesayangannya.


"Memangnya selain untuk menulis, kualitas apa lagi yang dipunyai oleh sebatang pensil Nek?" tanya si cucu penasaran.



"Dengarkan baik-baik ya..." ungkap nenek.


"Kualitas pertama yang perlu diperhatikan yaitu bahwa pensil dapyt menjadi pengingat kita kalau kita bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Yakni, mengingatkan bahwa seperti sebuah pensil ketika menulis, kita tidak boleh lupa bahwa ada tangan yang selalu membimbing langkah kita dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan. Dia selalu membimbing kita sesuai dengan ajaran-ajaranNya."


"Kualitas kedua, Kamu bisa memperhatikan, bahwa saat proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil kita. Rautan itu seakan membuat si pensil menderita. Tetapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kehidupan manusia. Kita harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, termasuk berbagai ujian dan tantangan, karena itu semua yang akan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik dan berkualitas."


"Kualitas ketiga yang perlu kamu camkan adalah bahwa pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk menggunakan penghapus sebagai upaya memperbaiki kesalahan. Oleh karena itu, memperbaiki kesalahan dalam hidup ini bukanlah hal yang jelek atau buruk. Itu bahkan membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar. Hal ini sekaligus mengingatkan bahwa kita tak pernah luput dari berbagai jenis kesalahan."


"Kualitas keempat yakni tentang bagian yang paling penting dari sebuah pensil. Jika kamu perhatikan, bagian yang paling bermanfaat bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalamnya. Begitu pula dengan kita. Karenanya, kita harus selalu memupuk hal-hal baik yang ada di dalam diri kita dengan terus meningkatkan kualitas dalam diri. Karena itu, kita perlu terus memupuk kekayaan mental dalam setiap tindakan kita."


"Kualitas kelima adalah bahwa harus kita sadari jika sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga manusia, kita harus selalu sadar dan waspada karena apa pun yang kita perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan dan goresan. Maka berhati-hatilah dalam berpikir, berucap, dan bertindak. Sehingga, goresan yang kita tinggalkan akan menjadi guratan yang memberi manfaat bagi diri dan orang lain."


Mendengar ucapan itu, si cucu pun berterima kasih pada nenek. "Akan saya ingat terus ucapan Nenek ini. Semoga, saya juga bisa menjadi 'pensil' yang berkualitas Nek..."

Adopted from: Andrie Wongso

Tuesday, November 9, 2010

A burn mark

Yesterday, carelessly my arm touched the heating oven.. the result is of course getting a burn mark. The immediate effect was painful but after I applied some toothpaste, it was better.. Well, I expected to have a burn mark but was quite shocked when I looked at it.. quite big, showing now on my right arm..
I was a lil bit sad, coz now my perfect arm is having a burn mark. I remember what my mum usually said to me, "I gave birth to you perfectly so please take care of yours carefully".. and I sort of not be a good boy..

Because of this little accident, I actually learned two lessons:

1. Because it is very obvious on my right arm, every time I look into it, I always remember my carelessness.. and it reminds me to be more careful next time

2. It is funny because the painful only has an immediate effect but what's left after that will be attached forever. Now, let's say we do something wrong to somebody.. The person will feel pain immediately but I believe, the same person will always remember what we are doing to them - same with the burn mark, it will never disappear.

Well I guess, we all have to be careful always.. in our thoughts, words, and actions 

This is an inspiring real story from a best friend :). However, due to privacy, author's name and link to the post cannot be revealed. Thank you! 

Enjoy the story and hopefully you are inspired too :)

Monday, November 8, 2010

Cookie

Another of my patients, a successful businessmen, tells me that before his cancer he would become depressed unless things went a certain way.

Happiness was "having the cookie."

If you had the cookie, things were good. If you didn't have the cookie, life wasn't worth, a damn! Unfortunately, the cookie kept changing. Some of the time it was money, sometimes power, sometimes sex. At other times, it was the new car, the biggest contract, the most prestigious address.

A year and a half after his diagnosis of prostate cancer, he sits shaking his head ruefully.

"It's like I stopped learning how to live after I was a kid. When I give my son a cookie, he is happy. If I take the cookie away or it breaks, he is unhappy. But he is two and a half and I am forty-three. It's taken me this long to understand that the cookie will never make me happy for long. The minute you have the cookie it starts to crumble or you start to worry about it crumbling or about someone trying to take it away from you. You know, you have to give up a lot of things to take care of the cookie, to keep it from crumbling and be sure that no one takes it away from you. You may not even get a chance to eat it because you are so busy just trying not to lose it. Having the cookie is not what life is about."

My patient laughs and says cancer has changed him. For the first time he is happy. No matter if his business is doing well or not, no matter if he wins or loses at golf. Two years ago, cancer asked me, 'Okay, what's important? What is really important?' Well, life is important. Life. Life any way you can have it. Life with the cookie. Life without the cookie. Happiness does not have anything to do with the cookie, it has to do with being alive.

Taken from inspirationalstories.com (by Rachel Naomi Remen in Kitchen Table Wisdom) 

Happiness is not found outside, it is inside each of us.
It is not about being rich or poor, being the winner or loser, being respected or hated, ...

Like the cookie, are you sure it will give you the ever-lasting happiness?? 

Sunday, November 7, 2010

10 Chinese wisdoms

1. Perjalanan seribu mil diawali dengan sebuah langkah.

2. Sebuah batu permata tidak bisa dipoles tanpa gesekan, seperti halnya seorang manusia disempurnakan dengan cobaan hidup.

3. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.

4. Yang bertanya seperti orang bodoh selama lima menit lebih baik daripada yang tidak bertanya, karena ia tetap bodoh selamanya.

5. Jika Anda ingin tak seorang pun mengetahuinya, jangan melakukannya.

6. Berikan seseorang seekor ikan, dan anda memberinya makan untuk sehari. Ajarkan seseorang untuk menangkap ikan, dan anda memberinya makan untuk seumur hidup.

7. Waktu terbaik untuk menanam sebuah pohon adalah dua puluh tahun yang lalu. Waktu terbaik kedua, adalah: mulailah hari ini.

8. Bila Anda ingin tahu masa lalu Anda - lihatlah kondisi Anda saat ini. Bila Anda ingin tahu masa depan Anda - lihatlah tindakan-tindakan Anda saat ini.

9. Sebuah pembicaraan dengan seorang bijak adalah lebih baik daripada sepuluh tahun menuntut ilmu.

10. Hidup sebagian adalah apa yang kita tentukan, dan sebagian lagi ditentukan oleh teman-teman yang kita pilih

Wednesday, November 3, 2010

Apakah kamu seperti anak perempuan itu?

Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.

Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena telahelahirkan seorang bayi haram tanpa bapa. Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan di mana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love - Kasih.

Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan.

Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di luaran sangat dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja. Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya yang tercinta.

Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Di sana putrinya jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak diundang, bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi paling belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah keluarga putrinya.

Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.

Di rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya daripada dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di belakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.

Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo.

Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya.

Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.

Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di bawah nol dan salujupun turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin, tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah jompo tempat di mana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.

Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: "Kamu sudah bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di belakang rumah!"

"Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!" kata wanita tua itu.

"Maaf saya tidak ada waktu, di samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu saja!" ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu ditutup dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang pengemis.

Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada. Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon di rumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab di halte bus di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati kedinginan!"

Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.

Disadur dari http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5809156

Reflection
Mari tanyakan pada diri kita masing-masing, "Apakah kita sama seperti anak perempuan itu? Yang lupa akan pengorbanan dari orangtua kita untuk menjadikan diri kita seperti sekarang ini."
Apapun jawaban kalian pada pertanyaan di atas, coba katakan dalam hati yang terdalam sambil membayangkan wajah orangtua kita, "Papa, Mama terima kasih.. Di sini, aku juga meminta maaf atas kesalahan yang telah kuperbuat pada kalian. Terkadang aku hanya menuntut ego ku untuk terpenuhi tanpa peduli pada apa yang telah kalian perjuangkan untuk ku. Maafkanlah anakmu ini papa, mama!"


May all parents be well and happy always!! :)

Friday, October 29, 2010

Kumpulkan kembali kapas-kapas yang sudah tersebar

Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh.

Mula-mula kecil-kecilan, tetapi karena tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya uang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Istri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.

Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaan, sahabatnya, mengkhianati dia dan menggelapkan banyak uangnya. Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu, jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, disorot dengan pandangan curiga oleh masyarakat disekitarnya dan dikucilkan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat "Sobat. Aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?"

Dengan kondisi yang semakin lemah, si sahabat berkata, "Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit ".

Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis di sebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu.

"Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?" "Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi", kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.

Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, "Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar kemana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi".

"Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja" kata si sakit

"Aku tahu. Engkau sungguh sahabat sejatiku. Walaupun aku telah berbuat salah yang begitu besar tetapi engkau tetap mau memberi pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki kerusakan yang telah kuperbuat, sekali lagi maafkan aku dan terima kasih sobat". Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.
 
Reflection 
 
Seperti kata pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kebohongan tidak berakhir hanya dengan penyesalan dan permintaan maaf. 

Namun, nyatanya dalam hidup ini seringkali sulit bagi kita untuk menerima kesalahan yang telah diperbuat. Bila mungkin, orang lainlah yang harus menanggung akibat kesalahan kita, dan itu memicu kita untuk melakukan fitnah yang hanya akan membuat orang lain menderita.

Tentu… Jauh lebih nikmat bisa melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia daripada menderita. Bukankah begitu, pembaca?


dikutip dari "Kumpulan AW Artikel" (Andrie Wongso)

Friday, October 22, 2010

Coin's head


Once upon a time, there was a general who was leading his army into battle against an enemy ten times the size of his own.
Along the way to the battle field, the troops stopped by a small temple to pray for victory. 

The general held up a coin and told his troops, "I am going to implore the gods to help us crush our enemy. If this coin lands with the heads on top, we'll win. If it's tails, we'll lose. Our fate is in the hands of the gods. Let's pray wholeheartedly." 

After a short prayer, the general tossed the coin. It landed with the heads on top. The troops were overjoyed and went into the battle with high siprit. 

Just as predicted, the smaller army won the battle. 

The soldiers were exalted, "It's good to have the gods on our side! No one can change what they have determined." 

"Really?" The general show them the coin--both sides of it were heads.

Reflection
After I read the story, I laughed at the general's trick to increase the spirits of his troops. I think I, too, need to have my own coin with head on its both sides :)
It is very true that with positive mind, we can see things differently, and even win them. So, friends, you can create your own destiny!

Thursday, October 21, 2010

Effort and Patience


There is a story about a young man in Japan who wanted to be the greatest martial artist of the land. He thought that to reach this goal, he must study with the best instructor, who lived many miles away.

One day he left home to go study with this great Zen teacher. After traveling for several days, he arrived at the school and was given an audience with the teacher. 

"What do you wish to learn from me?" the master asked.
"I want you to teach me your art and help me become one of the best martial artists in the country," the young man replied. "How long must I study?"
"Ten years at least," the master answered.

The guy thought, ten years is a lot of time. I want to get his done sooner than that. I don't have that much time. Certainly if I try harder I can complete this task quicker. So he asked the master, "What if I studied twice as hard as everyone else? How long would it take then?"

"Then it would take twenty years," replied the master.

The guy thought, 'That's even longer! I don't want to spend twenty years learning something. I've got other things to do with my life. Certainly if I tried really hard I could learn it much quicker'.
So the student asked again, "What if I practised day and night with all my effort, then how long would it take?"

"Thirty years," was the master's response.

The young student became confused and wondered why the master kept telling him it would take longer.
He asked the master "How is it that each time I say I will work harder, you tell me that it will take longer?"

"The answer is simple. With one eye focused on your destination, there is only one eye left with which to find the way," the master said. 

What we can reflect from the story?
To achieve every thing in this world, we need not only effort, but also patience. With only effort, we try and try but get frustrated when we do not see the results as fast as we would like, or perhaps we get burned out and tired very quickly. With only patience, we never really put our full attention to the task, no commitment. In the story, the master knew that the student had enough effort; what he needed was to balance effort with patience.

The same goes for whatever we would like to achieve in our precious life...

Balance the EFFORT and PATIENCE!

Saturday, October 16, 2010

Kerang

Waktu kerang mencari makan, ia akan membuka cangkang penutup badannya. Buka,tutup, buka,tutup.

Suatu hari disaat cangkang seekor kerang muda terbuka, sebutir pasir masuk ke dalam cangkang kerang itu. Sang kerang muda menangis sambil memanggil-manggil ibunya.
"Bu sakit bu..ada pasir masuk ke dalam tubuhku".
Sang ibu menjawab: "Sabar ya nak, jangan pedulikan sakit itu, bila perlu berikanlah kebaikan pada sang pasir yg menyakitimu itu".

Kerang muda pun menuruti nasihat ibunya. Ia menangis, tapi air matanya ia gunakan untuk membungkus pasir yg masuk ke dalam tubuhnya.
Hal itu terus menerus dia lakukan. Dengan baluran air mata itu, rasa sakitnya pun berangsur berkurang bahkan hilang sama sekali.

Beberapa saat kemudian, kerang2 itu dipanen. Kerang yg ada pasirnya dipisahkan dari kerang yg tdk ada pasirnya.
Kerang tak berpasir dijual secara obral di pinggir jalan menjadi 'kerang rebus'. Sedangkan kerang yang berpasir dijual ratusan bahkan ribuan kali lipat lebih mahal.

Mengapa begitu?
Karena butiran pasir berbalut air mata yang ada di dalam kerang itu telah berubah menjadi inti mutiara.

Sama dg kita, bila dalam hidup ini kita tak pernah ditempa oleh kesulitan maka kita tidak akan punya nilai tinggi dan akan bernasib seperti kerang rebus yang dijual secara obral di pinggir jalan. Sebaliknya kalau kita mampu menghadapi tiap kesulitan bahkan mampu memberi manfaat pada org lain ketika kita mendapat kesulitan, kita akan menjadi kerang mutiara yg sangat dibutuhkan orang dan yg kita hasilkan juga dipakai oleh orang2 terhormat.

Hidup adalah pilihan.

Anda boleh memilih menjadi kerang rebus atau mutiara.... atau hanya sebutir pasir yg bikin air mata mengalir?

Life is a choice, be the best on your side.

Thursday, October 14, 2010

24 TIPS FOR BETTER LIFE:

1. Take a 10-30 minute walk every day. & while you walk, SMILE. It is the ultimate anti-depressant.

2. Sit in silence for at least 10 minutes each day.

3. When you wake up in the morning,Pray to ask God's guidance for your purpose, today.'

4. Eat more foods that grow on trees and plants and eat less food that is manufactured in plants.

5. Drink green tea and plenty of water. Eat blueberries, wild Alaskan salmon, broccoli, and almonds.

6. Try to make at least three people smile each day.

7. Don't waste your precious energy on gossip, energy vampires, issues of the past, negative thoughts or things you cannot control. Instead invest your energy in the positive present moment.

8. Eat breakfast like a king, lunch like a prince and dinner like a college kid with a maxed out charge card. :)

9. Life isn't fair, but it's still good.

10. Life is too short to waste time hating anyone. Forgive them for everything !

11. Don't take yourself so seriously. No one else does.

12. You don't have to win every argument. Agree to disagree.

13. Make peace with your past so it won't spoil the present.

14. Don't compare your life to others. You have no idea what their journey is all about.

15. No one is in charge of your happiness except you.

16. Frame every so-called disaster with these words: 'In five years, will this matter?'

17. Help the needy,Be generous ! Be a 'Giver' not a 'Taker'

18. What other people think of you is none of your business.

19. Time heals everything.

20. However good or bad a situation is, it will change.

21. Your job won't take care of you when you are sick. Your friends will. Stay in touch.

22. Envy is a waste of time. You already have all you need.

23. Each night before you go to bed ,Pray to God and Be thankful for what you have accomplished,today !

24. Remember that you are too blessed to be stressed!

Anonymous


Wednesday, October 6, 2010

This too shall pass

THIS TOO SHALL PASS


Once a king called upon all of his wise men and asked them, ” Is there a mantra or suggestion which works in every situation, in every circumstances, in every place and in every time. In every joy, every sorrow, every defeat and every victory? One answer for all questions? Something which can help me when none of you is available to advise me? Tell me is there any mantra?”

All the wise men were puzzled by the King’s question. They thought and thought. After a lengthy discussion, an old man suggested something which appealed to all of them. They went to the king and gave him something written on paper, with a condition that the king was not to see it out of curiosity.

Only in extreme danger, when the King finds himself alone and there seems to be no way, only then he can see it. The King put the papers under his Diamond ring.

Some time later, the neighbors attacked the Kingdom. King and his army fought bravely but lost the battle. The King had to flee on his horse. The enemies were following him. getting closer and closer. Suddenly the King found himself standing at the end of the road - that road was not going anywhere. Underneath there was a rocky valley thousand feet deep. If he jumped into it, he would be finished…and he could not return because it was a small road…the sound of enemy’s horses was approaching fast. The King became restless. There seemed to be no way.

Then suddenly he saw the Diamond in his ring shining in the sun, and he remembered the message hidden in the ring. He opened the diamond and read the message. The message was - ” THIS TOO SHALL PASS”

The King read it . Again read it. Suddenly something struck him- Yes ! This too will pass. Only a few days ago, I was enjoying my kingdom. I was the mightiest of all the Kings. Yet today, the Kingdom and all his pleasure have gone. I am here trying to escape from enemies. Like those days of luxuries have gone, this day of danger too will pass. A calm came on his face. He kept standing there. The place where he was standing was full of natural beauty. He had never known that such a beautiful place was also a part of his Kingdom.

The revelation of the message had a great effect on him. He relaxed and forgot about those following him. After a few minutes he realized that the noise of the horses and the enemy coming was receding. They moved into some other part of the mountains and were near him.

The King was very brave. He reorganized his army and fought again. He defeated the enemy and regained his empire. When he returned to his empire after victory, he was received with much fanfare. The whole capital was rejoicing in the victory.

Everyone was in a festive mood. Flowers were being showered on King from every house, from every corner. People were dancing and singing. For a moment King said to himself,” I am one of the bravest and greatest King. It is not easy to defeat me. With all the reception and celebration he saw an ego emerging in him.

Suddenly the Diamond of his ring flashed in the sunlight and reminded him of the message. He open it and read it again: “THIS TOO SHALL PASS”.

He became silent. His face went through a total change - from the egoist he moved to a state of utter humbleness. If this too is going to pass, it is not yours. The defeat was not yours, the victory is not yours. You are just a watcher. Everything passes by. We are witnesses of all this. We are the perceivers. Life comes and goes. Happiness comes and goes. Sorrow comes and goes.

Now as you have read this story, just sit silently and evaluate your own life. This too will pass. Think of the moments of joy and victory in your life. Think of the moment of Sorrow and defeat. Are they permanent ? They all come and pass away.

Life just passes away. There is nothing permanent in this world. Every thing changes except the law of change. Think over it from your own perspective. You have seen all the changes. You have survived all setbacks, all defeats and all sorrows. All have passed away. The problems in the present, they too will pass away. Because nothing remains forever. Joy and sorrow are the two faces of the same coin. They both will pass away.

You are just a witness of change. Experience it, understand it, and enjoy the present moment - this too shall pass!

Tuesday, October 5, 2010

CHOICE

Jerry is the manager of a restaurant in America. He is always in a good mood and always has something positive to say. When someone would ask him how he was doing, he would always reply, "If I were any better, I would be twins!" Many of the waiters at his restaurant quit their jobs when he changed jobs; they would follow him around from restaurant to restaurant. The reason the waiters followed Jerry was because of his attitude. He was a natural motivator. If an employee was having a bad day, Jerry was always there, telling the employee how to look on the positive side of the situation.

Seeing this style really made me curious, so one day I went up to Jerry and asked him, "I don't get it! No one can be a positive person all of the time. How do you do it?"
Jerry replied, "Each morning I wake up and say to myself, I have two choices today. I can choose to be in a good mood or I can choose to be in a bad mood. I always choose to be in a good mood. Each time something bad happens, I can choose to be a victim or I can choose to learn from it. I always choose to learn from it. Every time someone comes to me complaining, I can choose to accept their complaining or I can point out the positive side of life. I always choose the positive side of life."
"But it's not always that easy," I protested.
"Yes, it is," Jerry said, "Life is all about choices When you cut away all the junk, every situation is a choice You choose how you react to situations. You choose how people will affect your mood. You choose to be in a good mood or bad mood. It's your choice how you live your life."

Several years later, I heard that Jerry accidentally did something you are never supposed to do in the restaurant business: he left the back door of his restaurant open one morning and was robbed by three armed men. While trying to open the safe, his hand, shaking from nervousness slipped off the combination. The robbers panicked and shot him. Luckily, Jerry was found quickly and rushed to the hospital. After 18 hours of surgery and weeks of intensive care, Jerry was released from the hospital with fragments of the bullets still in his body. I saw Jerry about six months after the accident.


When I asked him how he was, he replied, "If I were any better, I'd be twins. Want to see my scars?"
I declined to see his wounds, but did ask him what had gone through his mind as the robbery took place.
"The first thing that went through my mind was that I should have locked the back door," Jerry replied. "Then, after they shot me, as I lay on the floor, I remembered that I had two choices: I could choose to live or choose to die. I chose to live."
"Weren't you scared?" I asked.
Jerry continued, "The paramedics were great. They kept telling me I was going to be fine. But when they wheeled me into the Emergency Room and I saw the expressions on the faces of the doctors and nurses, I got really scared. In their eyes, I read 'He's a dead man.' I knew I needed to take action."


"What did you do?" I asked. "Well, there was a big nurse shouting questions at me," said Jerry. "She asked if I was allergic to anything." 'Yes,' I replied. The doctors and nurses stopped working as they waited for my reply. I took a deep breath and yelled, 'Bullets!' Over their laughter, I told them, 'I am choosing to live. Please operate on me as if I am alive, not dead'.


Jerry lived thanks to the skill of his doctors, but also because of his amazing attitude.
I learned from him that everyday you have the choice to either enjoy your life or to hate it. The only thing that is truly yours - that no one can control or take from you -- is your attitude, so if you can take care of that, everything else in life becomes much easier.

Adopted from: Heart Stories

Choose your options =)

Wednesday, September 29, 2010

Motivasi dan Inspirasi

1. Bunda Theresa:
—► Jika Anda hanya berusaha menilai seseorang, maka Anda tidak akan pernah dapat menyayangi mereka

—► Jika kita tidak bisa mencintai orang-orang yang dapat kita lihat, Bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tak terlihat?


2. Iwami Vivekananda
—► Jika Anda tidak menemui masalah apapun, maka Anda tidak akan pernah yakin bahwa Anda berada di jalan yang salah


3. Adolf Hitler
—► Jika Anda menang, tak usah berkomentar…

—► Pun, jika Anda kalah, tak usah beralasan…


4. Bennie Blair
—► Menang, bukan berarti menjadi “paling“. Tetapi… Menang, adalah karena Anda berusaha lebih baik dari sebelumnya…


5. William Shakesphere
—► Tiga kunci sukses :
a. Tahu lebih banyak dari orang lain
b. Berusaha lebih keras dari orang lain.
c. Berharap lebih sedikit dari orang lain.


6. Charles
—► Jangan pernah mengkhianati empat hal dalam hidupmu :
a. Kepercayaan / amanat
b. Janji
c. Hubungan
d. Hati / perasaan
Karena, ketika mereka dikhianati.. hanya rasa sakit lah yang tersisa…


7. Leo Tolstoy
—► Semua orang berpikir untuk mengubah dunia.. Tapi tak satupun berpikir untuk merubah dirinya sendiri...

8. Einstein
—► Jika seseorang merasa bahwa mereka tidak pernah melakukan kesalahan selama hidupnya, maka sebenarnya mereka tidak pernah mencoba hal-hal baru dalam hidupnya.

May we always have inspiration in our life =).

Friday, September 24, 2010

Tempe dan Telur Gosong

Dua puluh tahun telah berlalu, namun masih terbayang jelas kenangan indah berikut;

Suatu malam, mama yang bangun sejak pagi, bekerja keras sepanjang hari membereskan rumah tanpa pembantu, jam tujuh malam mama selesai menghidangkan makan malam papa yang sangat sederhana berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri & nasi.

Sayangnya karena mengurusi adik yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit gosong!! saya melihat mama sedikit panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, minyak gorengnya sudah habis.

kami menunggu dengan tegang apa reaksi papa yang pulang kerja, pasti sudah capek melihat makan malamnya hanya tempe dan telur gosong.

Luar biasa!! Papa dengan tenang menikmati & memakan semua yang disiapkan mama dengan tersenyum, bahkan berkata; " mama terima kasih !", dan papa terus menanyakan kegiatan saya & adik di sekolah.

Selesai makan, masih di meja makan, saya mendengar mama meminta maaf karena telor dan tempe yang gosong itu, dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang papa katakan: "Sayang, aku suka telor dan tempe yang gosong."

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur kepada papa, saya bertanya apakah papa benar-benar menyukai telur dan tempe gosong??".

Papa memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata,
"Anakku, mama sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah capek, Jadi sepotong telor dan tempe yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun kok!!"

Ini pelajaran yang saya praktekkan di tahun-tahun berikutnya; " Belajar menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakannya !", adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi

Semoga cerita diatas akan menambah wawasan kita, bahwa kesalahan bukanlah dijadikan sasaran tembak menyakitkan orang yang kita sayangi, tetapi justru menjadi pintu masuk menyatakan sikap sayang dan pintu maaf.....

Thursday, September 23, 2010

Kehangatan dan Pengertian

Seorg anak lahir stlh 11 thn pernikahan. Mrk adlh pasangan yg slg mencintai n anak itu adlh buah hati mrk. Saat anak tsb berumur 2 thn, suatu pagi si ayah melihat sebotol obat yg terbuka. Dia terlambat utk ke kantor mk dia meminta istrinya utk menutupnya n menyimpannya dilemari. Istrinya, krn kesibukannya didapur, sama sekali lupa hal tsb. Anak itu melihat btl itu n dgn riang memainkannya. Krn tertarik dgn warna obat tsb, lalu memakannya semua. Obat tsb obat keras yg bahkan utk org dewasapun hny dlm dosis kecil saja.

Si istri sgr membawa si anak ke rmh sakit. Tp si anak tdk tertolong. Si istri ngeri bayangkan bgmn dia hrs menghadapi suaminya. Ketika si suami dtg ke RS dan melihat anaknya telah meninggal, dia melihat kepada istrinya dan mengucapkan 3 kata.


PERTANYAAN :
1. Apa 3 kata itu?
2. Apa makna cerita ini?


JAWABAN :
Sang Suami hny mengatakan "SAYA BERSAMAMU SAYANG".
Reaksi suami yg sgt tdk disangka-sangka adlh sikap yg proaktif. Si anak sdh meninggal, tdk bisa dihidupkan kembali. Tdk ada gunanya mencari-cari kesalahan pd sang istri.

Lgpl seandainya dia menyempatkan menutup dan menyimpan botol tsb mk hal ini tdk akan terjadi. Tidak ada yg perlu disalahkan. Si istri jg kehilangan anak semata wayangnya. Apa yg si istri perlu saat ini adalah penghiburan dr sang suami & itulah yg diberikan suaminya skrg. Jk semua orang dpt melihat hidup dgn cara pandang seperti ini mk akan terdpt jauh lbh sedikit permasalahan di dunia ini.

MORAL CERITA:
Cerita ini layak utk dibaca. Kdg kt membuang waktu hny utk mencari kesalahan org lain / siapa yg slh dlm sebuah hub / dlm pekerjaan / dgn org yg kt kenal. Hal ini akan membuat kita kehilangan kehangatan dlm hub antar manusia.


Wednesday, September 22, 2010

Kedamaian hati

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk memenangkan lomba
tersebut. Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu diantara keduanya.
Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga yang itu bagaikan cermin sempurna yang mematulkan kedamaian gunung-gunung yang tenang menjulang mengitarinya.
Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Disisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tapi, sang raja melihat sesuatu yang menarik, di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Didalam semak-semak itu seekor induk burung pipit meletakkan sarangnya. Jadi, ditengah-tengah riuh rendahnya air terjun, seekor induk Pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.
Lukisan manakah yang memenangkan lomba?
Sang Raja memilih lukisan nomor dua.
Tahukah Anda mengapa? “Karena,” jawab sang Raja, “Kedamaian bukan berarti Anda harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meski Anda berada di tengah-tengah keributan luar biasa.” {inet}

“Kedamaian hati adalah kedamaian sejati."

Thursday, September 16, 2010

Apartment


Ada satu keluarga yang mengontrak rumah dan akhirnya membeli sebuah apartemen di lantai 60, apartemen itu memakan waktu sangat lama dalam pembuatannya, kemudian, tibalah hari yang dinanti, apartemen dambaan telah jadi dan selesai dengan baik, dengan semangat dan antusias mereka membawa banyak barang-barang untuk mengisi apartemen mereka.

Mereka membawa surat kabar, pakaian, mainan, makanan, kompor, lemari pakaian, tempat tidur, peralatan makan, televisi, alat musik, sabun, teropong, dan banyak sekali barang lain, “ nanti di atas, kita bisa nonton tv, main video game, masak terus makan masakan buatan sendiri, bisa bersantai sambil mendengarkan musik, bisa meneropong jauh, bersantai, mandi dulu, pokoknya enak deh... " demikian pikir mereka.

Sesampainya mereka di sana, mereka menemui developer, ternyata apartemen itu baru setengah jadi dan lift belum terpasang, mereka sangat kecewa dibuatnya, mereka ingin pulang ke rumah lama mereka, tapi kontrak mereka sudah habis, dengan sangat terpaksa, mereka harus tetap naik ke atas sana dan tinggal di dalamnya menggunakan tangga darurat, mereka naik membawa semua barang mereka menggunakan tangga darurat. tangga demi tangga dilalui, mereka terus maju dengan semangat membara.

Sesampainya mereka di lantai 25 mereka kelelahan, mereka makan dan minum dengan lahapnya, lalu mereka melihat barang-barang mereka, semuanya utuh, timbul sebuah pikiran untuk mengurangi barang bawaan mereka, lalu mereka memutuskan untuk meninggalkan meja telepon dengan teleponnya, " toh di atas kita tidak perlu telepon atau pesan apa-apa, " demikian menurut mereka.

Di lantai 30 mereka tinggalkan baju, mainan dan lemari pakaian mereka, " toh kita masih memakai baju. " lalu mereka terus melaju ke lantai 35, mereka masih mengeluh dan memutuskan untuk meninggalkan barang mereka lagi yaitu televisi dan radio serta compo. " soalnya kita tidak perlu nonton tv, toh acara dan lagu-lagu yang kita punya itu-itu saja. "

Teruslah mereka melaju sampai lantai 45, rasanya masih berat dan tidak menyenangkan, maka mereka tinggalkan kompor dan bahan makanan yang mereka bawa, " toh tadi masih kenyang makan banyak. "

Di lantai 55 teropong dengan tripod yang sangat besar mereka tinggalkan begitu saja, " toh di atas mau lihat apa, belum jadi semua tower yang lain. "

Sesampainya di lantai 60, mereka masuk dan menyadari yang mereka miliki hanya sebuah kasur, tidak ada jalan lain, mereka hanya ingin tidur karena tidak ada pilihan lain.


Lalu apa yang bisa dipetik disini?

Mungkin anda bingung kenapa perumpamaan ini sangat panjang, perjalanan itu melambangkan kehidupan, tiap lantai yang ada, melambangkan umur dan anda adalah keluarga tersebut, barang-barang tersebut adalah mimpi anda, barang-barang tersebut melambangkan tindakan anda.

Di umur 25 anda mulai bekerja dan memutuskan untuk fokus pada pekerjaan anda, tanpa sadar anda telah mengeliminasi banyak sahabat potensial.

Di umur 30 anda sudah tidak memperhatikan penampilan dan melupakan hobi anda akibat sulitnya bersaing.

Di umur 35 anda mulai melupakan kesenangan yang anda dambakan di hari tua akibat kenyataan bahwa tabungan Anda tidak mencukupi.

Di umur 45 anda berhenti makan makanan yang anda sukai akibat terlalu banyak mengkonsumsi makanan di usia 25 yang mulai berdampak buruk di usia ini.

Di umur 55 anda benar-benar melupakan keinginan menikmati hari tua dengan memandang indahnya hidup dengan menikmati apa yang anda lewati, anda mulai kuatir dengan masa depan anak anda.

Di umur 60, anda menyesal tidak banyak yang anda dapat akibat tidak ada mimpi yang direalisasikan. anda hanya ingin cepat tidur selamanya, karena anda sudah tidak bisa lagi makan makanan enak, anda tidak memiliki achievement yang bisa dibanggakan, anda tidak punya siapapun yang menjadi sahabat anda, anda tidak bisa menikmati hobi anda di masa muda, kesehatan badan mengkuatirkan.

Hidup cuma datang sekali, jadi pastikan anda akan berjuang untuk mencapai mimpi-mimpi anda ! Jangan lepaskan, tapi usahakan, jangan sampai kita kehabisan pilihan dalam menjalani hidup.

Dreaming is a freedom, so free your dreams.

Diambil dari blog sebelah "Cerita Inspiratif" (http://karunady.blogspot.com/2010_08_01_archive.html)

Friday, September 10, 2010

A Blind Boy @.@

A blind boy sat on the steps of a building with a hat by his feet. He held up a sign which said: "I am blind, please help." There were only a few coins in the hat. A man was walking by, he took a few coins from his pocket and dropped them into the hat. He then took the sign, turned it around, and wrote some words. He put the sign back so that everyone who walked by would see the new words.

Soon the hat began to fill up. A lot more people were giving money to the blind boy. That afternoon the man who had changed the sign came to see how things were. The boy recognized his footsteps and asked, "Were you the one who changed my sign this morning? What did you write?"

The man said, "I only wrote the truth. I said what you said, but in a different way." I wrote: "Today is a beautiful day, but I cannot see it." Both signs told people that the boy was blind. But the first sign simply said the boy was blind. The second sign told people that they were so lucky that they were not blind.

Moral of the story: Be thankful for what you have. Be creative, be innovative. Think differently and positively. When life gives you a 100 reasons to cry, show life that you have 1000 reasons to SMILE!!!! Face your past WITHOUT REGRET, handle your present with CONFIDENCE. Prepare for the future WITHOUT FEAR.

The most beautiful thing is to see a person SMILING, and even more beautiful if knowing that you are the reason behind it!!! So, SMILE NOW!!! =)


Thursday, September 9, 2010

Kalahkah kita dengan seekor cacing?



Cacing seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, telinga, tanduk, dll. Tapi ia juga makhluk hidup sama seperti kita dan makhluk hidup lainnya. Ia mempunyai perut yang bila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi dengan segala keterbatasannya,cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rezeki. Tidak pernah pula kan kita lihat cacing membentur-benturkan kepalanya ke batu.
Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita dibandingkan dengan cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah lebih canggih.
Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan sering kalah dari cacing ? Mengapa banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi ? Padahal rasa-rasanya kita belum pernah melihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa. Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari cacing.

diambil dari http://viviice.blogspot.com/

Semoga bermanfaat :)

Tuesday, September 7, 2010

Keinginan

Suatu ketika timbullah keinginan untuk mempunyai rumah yang lebih besar, untuk mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Memang ini bukan kejahatan, memang ini bermanfaat, tetapi mampukah kita melaksanakan itu sekarang?

Dengan segala cara itu akan ditempuh. Nah keinginan yang tidak sesuai dengan kondisi atau kemampuan yang kita punyai akan menjadi sumber penderitaan. Anak-anak kita Saudara, di sekolah mereka melihat dan belajar komputer, melihat teman-temannya menggunakan motor. Kemudian mereka pulang ke rumah dan mereka minta kepada orang tuanya dibelikan komputer dan motor. Yah, sebagian orang mungkin mampu, tetapi sebagan besar keluarga kita di daerah-daerah tidak mampu untuk itu. Anak ini tidak pernah mendapatkan pelajaran mengendalikan diri, tidak melepaskan tetapi menunda keinginan mengendalikan diri. Tidak pernah! Yang dia tahu, dia marah karena orang tua tidak bisa memberikan motor dan komputer. Yang dia sudah merasakan kenyamanannya, yang dia sudah menggunakan berkali-kali di sekolah atau di rumah teman-temannya. Kemudian keinginannya ini mengakibatkan penderitaan. Bukankah begitu Saudara? Seseorang mungkin menginginkan pasangan, istri yang cocok tetapi kemudian meleset, itupun penderitaan. Kalau mendapatkan pasangan yang sesuai, istri yang cantik, yang setia, yang rendah hati, aduh mungkin bahagia sekali. Tetapi setelah lima tahun, enam tahun, kemudian bosan! Eh, timbul keinginan mencari istri yang baru, meskipun mungkin tidak resmi. Keinginan ini kalau diikuti akan menimbulkan penderitaan, kesulitan, masalah yang tidak ringan.

Saudara-saudara, bukankah demikian penderitan dan kesulitan yang datang pada kita? Oleh karena itu marilah kita gunakan kesadaran kita, kewaspadaan kita, kejelian kita untuk mengamat-amati gerak-gerik keinginan kita. Kalau timbul keinginan ini atau keinginan itu sekalipun itu baik dan bermanfaat, marilah kita panggil segala pengertian kita, kemudian kita saring, kita seleksi apakah keinginan ini sesuai untuk saya. Kalau kita menggunakan kesadaran dan pengertian yang lengkap, maka keinginan yang timbul itu akan terseleksi, terpilih sehingga tidak mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan, kesulitan, tekanan mental yang datang tidak henti-hentinya.


Saudara-saudara, mengerti penderitaan berakar atau timbul dari keinginan yang berkelebihan, keinginan yang beracun keinginan yang tidak benar, kemudian mengerti kita harus menggunakan kesadaran kita dan mempertimbangkan semua keinginan dengan pengertian yang lengkap. Keinginan yang membawa kita maju, sejahtera, bahagia tetapi bukan keinginan yang mengakibatkan penderitaan, beban mental, kesulitan, ketegangan dan kesengsaraan yang tidak ada habis-habisnya.


Saudara-saudara, saya ingin berhenti sebentar, sekali lagi marilah kita renungkan, bukanlah makhluk halus yang membuat kita menderita, bukan dari atas langit yang membuat kita sengsara dan kemudian dikatakan terkena percobaan atau hukuman. Tetapi keinginan yang sembrono, keinginan yang tidak terkendali, keinginan yang tidak dipertimbangkan karena tidak ada kesadaran dan kewaspadaan, keinginan itu kemudian kita turuti, merambah, berkembang dan itulah yang kemudian mengakibatkan penderitaan.


Saudara-saudara sekalian,  menggunakan kesadaran, mengamat-amati pikiran, keinginan kita, kemudian memanggil pengertian untuk memberikan pertimbangan dan keputusan, itulah cara untuk mengakhiri penderitaan. Setidak-tidaknya mengurangi penderitaan dan persoalan dalam kehidupan ini. 
[ Diambil dan disaring dari Artikel Buddhist-Facebook ]